Senin, 07 Maret 2011

permasalahan sampah di sangatta

Latar Belakang
Sampah merupakan bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga, pasar, perkantoran, rumah penginapan, hotel, rumah makan, industri, atau aktifitas manusia lainnya. Bahkan, sampah bisa berasal dari puing-puing bahan bangunan dan besi-besi tua bekas kendaraan bermotor. Sampah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah tidak terpakai.
Sampah biasanya dibuang ke tempat yang jauh dari pemukiman manusia. Jika tempat pembuangan sampah berada dekat dengan pemukiman penduduk, resikonya sangat besar. Sampah yang dibiarkan menggunung dan tidak diproses bisa menjadi sumber penyakit. Banyak penyakit yang ditularkan secara tidak langsung dari tempat pembuangan sampah. Tercatat lebih dari 25 penyakit yang disebabkan oleh buruknya pengelolaan sampah, salah satunya diare. Selain itu, dampak pengelolaan yang buruk menimbulkan pencemaran terhadap air, tanah, udara, dan tanah.
Berdasarkan bahan asalnya, sampah dibagi menjadi dua jenis, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Di Negara yang sudah menerapakan pengolahan sampah secara terpadu, tiap jenis sampah ditempatkan sesuai dengan jenisnya. Untuk mempermudah pengangkutan sampah ke TPA (tempat pembuangan sampah akhir), sampah dipilah berdasarkan klasifikasinya. Kegiatan pemilihan sampah harus dilaksanakan pada tingkat penghasil sampah pertama, yaitu perumahan maupun perhotelan.
Sampah dipilah menjadi tiga, yaitu sampah organik, non-organik, dan B3. Masing-masing golongan sampah ini mempunyai tempat sendiri-sendiri. Sebagai contoh, tempat sampah berwarna hijau untuk sampah organik, merah untuk anorganik, dan biru untuk B3. Jika proses klasifikasi ini diterapkan, diharapkan akan memudahkan proses pengolahan sampah pada tahap selanjutnya.
Terdapat empat cara sederhana yang biasanya dilakukan untuk pemusnahan sampah; (1) Pemupukan yaitu suatu metode yang sebenarnya sampah tidak dimusnahkan secara langsung, namun dibiarkan membusuk menjadi bahan organik. Metode penumpukan bersifat murah, sederhana, tetapi menimbulkan resiko karena berjangkitnya penyakit menular, menyebabkan pencemaran, terutama bau, kotoran dan sumber penyakit dan badan-badan air; (2) Pengomposan merupakan cara sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang mempunyai nilai ekonomi; (3) Pembakaran yaitu Metode yang dilakukan hanya untuk sampah yang dapat dibakar habis. Harus diusahakan jauh dari pemukiman untuk menghindari pencemaran asap, bau dan kebakaran; dan (4) “Sanitary Landfill” yaitu Metode yang hampir sama dengan pemupukan, tetapi cekungan yang telah penuh terisi sampah ditutupi tanah, namun cara ini memerlukan areal khusus yang sangat luas.
Namun menurut Kramadibrata dan Kastaman (2003), dari fakta di lapangan yang selama ini terjadi, proses kerja yang ditampilkan oleh sistem ini memiliki beberapa kelemahan pokok , yaitu :
1.    Masih terbatasnya penataan dan pemanfaatan sampah, terutama yang berbasis masyarakat.
2.    Masih terbatasnya partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam penanganan dan pengelolaan sampah.
3.    Masih terbatasnya pengembangan potensi ekonomi dari sampah.
Salah satu alternatif untuk meningkatkan peran masyarakat sebagai produsen sampah dalam pengelolaan sampah adalah Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu. Sistem ini menitik beratkan pada komunitas terkecil penghasil sampah yaitu rumah tangga, yang mempunyai andil dalam meningkatkan volume sampah. Prinsip sistem ini adalah pemilahan sampah organik dan anorganik, daur ulang sampah non-organik, dekomposisi sampah organik menjadi kompos, menampung kompos, sertifikasi kompos dan distribusi kompos ke pengguna. Sampah non organik dapat didaur ulang dan diolah kembali. Hanya sekira 30% atau 6% dari total sampah yang tidak bisa diolah kembali. Sampah organik bisa didekomposisi menjadi kompos sebagai pupuk atau silage untuk pakan, dan selanjutnya bisa dijual.
Kabupaten Kutai Timur adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Kalimantan Timur. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sangatta. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 35.747,50 km² atau 17% dari luas Provinsi Kalimantan Timur dan berpenduduk sebanyak 169.564 jiwa (2004) dengan kepadatan 4,74 jiwa/km² dan pertumbuhan penduduk selama 4 tahun terakhir rata-rata 4,08% setiap tahun.
Pengolahan sampah di kota Sangatta sangat memprihatinkan hal ini dapat dilihat dengan banyaknya penumpukan-penumpukan sampah dibadan-badan jalan dan tempat pembuangan sampah sementara yang masih minim adanya. Namun, ini semua juga dikarenakan kurangannya kesadaran masyakat terhadap kebersihan lingkungan, hal ini juga diungkapkan bapak H. Isran Noor “Sebenarnya, warga Kota Sangatta sudah mulai sadar tentang kebersihan. Tapi kesadaran mereka mengenai kebersihan hanya nampak di kediaman mereka masing-masing.  Tapi mereka tak mau peduli kebersihan lingkungan lainnya. Buktinya, sampah masih dibuang semrawutan di jalan raya,” (kaltim pos, 11 Febuari 2010).
Dalam upaya mewujudkan Kota Sangatta bebas sampah, maka jajaran terkait di lingkungan Pemkab Kutai Timur (Kutim) terus melakukan terobosan positif.  Salah satu di antaranya Dinas Pekerjaan Umum (DPU) bekerja sama dengan PT Kaltim Prima Coal (KPC) mengadakan lokakarya pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)  sampah yang berwawasan lingkungan  di lantai 1 ruang Meranti Kantor Bupati Bukit Pelangi, Rabu (10/2). Saat membuka acara, Bupati Kutim Isran Noor menegaskan, lokakarya merupakan bengkel perencanaan kegiatan. Melalui lokakarya diharapkan ada  kesepakatan rumusan  yang nantinya sebagai acuan untuk melakukan kegiatan  nyata dalam mengatasi masalah sampah dalam Kota Sangatta. (kaltim pos, 11 Febuari 2010).
Peningkatan kesadaran produsen sampah perlu terus ditingkatkan. Ini karena berpengaruh terhadap karakter manusia tentang kebersihan. Sampah pada dasarnya memiliki manfaat terhadap kelangsungan hidup  manusia bila dikelola maksimal. Sebaliknya, sampah yang belum terurus dengan baik bakal menimbulkan polusi udara yang berakibat negatif terhadap kesehatan. Oleh karena itu sampah dalam Kota Sangatta, utamanya yang sering dilihat di sepanjang Jalan Yos Sudarso perlu ditertibkan. Soal penanganan sampah merupakan tanggung jawab bersama. Apalagi urusan sampah banyak warga menggantungkan hidup mereka di sana.  Jadi sampah yang tidak terurus maksimal maka tentunya dapat mencemari lingkungan. Tapi sampah yang dikelola professional dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas diperlukan adanya rancang bangun reaktor kompos skala rumah tangga untuk memproduksi kompos dalam waktu yang singkat, mempunyai kualitas yang baik dan murah sehingga mendukung system pengelolaan sampah yang menunjang pertanian ramah lingkungan. Sehingga nantinya sampah tidak lagi menjadi masalah melainkan menjadi sumber penghasilan untuk meningkatkan kesejahtraan masyakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar